Monday 6 August 2018

Memilih Jokowi. ( Revolusi mental ).

Memilih Jokowi.
( Revolusi mental ).

" Selalu larut kau pulang , Yung. " Kata mandeh ketika membukakan pintu untuk putra tertuanya. " Mandeh tak tahu apa yang kau kerjakan di Surau sampai selarut ini. Lihatlah badan kau sudah kurus. Mata cekung. Nanti sakit kau. Siapa yang repot? " sambung mandeh dengan celotehnya seraya masuk kekamar. 
" Tenang sajalah Mandeh. Aku sedang berjuang mencerahkan masyarakat kampung agar mereka tidak salah pilih dalam pemilu nanti."
" Apa hubungannya dengan kau ? Mandeh menengok kebelakang kearah anaknya yang duduk di kursi meja makan. 
"Aku dapat tugas dari jakarta , mandeh. Ini tugas maha penting untuk kemaslahatan umat. "
" Tak paham aku. Dan lagi sejak setahun lalu kau tidak lagi kembali ke Jakarta. Tak elok anak bujang tinggal dikampung tanpa penghasilan. Untuk beli rokok saja kau tergantung dari adikmu yang supir prah. "
" Mandeh berdoa sajalah. Setelah pemilu semua akan lebih baik nasip kita.  Kezoliman harus dihentikan. Dan itu hanya lewat pemilu. "
" Tak paham aku. "

Mandeh masuk kamar. Buyung terhenyak di ruang tengah sambil menghisap rokok dalam dalam. Pikirannya jauh entah kemana. 

Keesokan paginya setelah pulang dari Surau untuk sholat subuh, diteras rumahnya sudah ada paman datuk. 
" Paman " kata Buyung seraya menudukkan tubuh seraya menyalami pamannya. " Duduklah Yung. Paman mau bicara" Kata pamannya. Mandeh, segera berdiri masuk kedalam rumah. Buyung mengambil tempat duduk berhadapan dengan pamannya. Pamannya belumlah terlalu tua. Ia adik ibunya.Namun sebagai pedagang dia memang tergolong terhormat di kampung. Bukan karena hartanya tetapi karena gemar berbagi kepada siapapun. Termasuk menjaga ponakan, andai tolan.
" Paman dapat cerita dari Mandeh kau. " kata paman seraya menatap matanya dengan tajam. ' Ada apa sebenarnya yang terjadi dengan kau? 

Buyung hanya diam. 

" Bicaralah Yung. Paman ini pengganti Ayahmu. Setelah kalian Yatim, paman yang menanggung biaya kalian. Termasuk biaya kuliah kau di Jakarta. Tadinya paman senang ketika dapat kabar kau sudah bekerja di Bank tetapi sekarang paman baru tahu kau berhenti kerja. Sudah setahun dikampung kau semakin tidak jelas hidupmu. Ada apa ?"

Buyung tetap diam. 

Pamannya terus menghisap rokok sambil menatap kearah jalan raya. Sekali kali dia mengangguk ketika orang menyapanya. 

" Paman" Kata buyung dengan santun. " Boleh kita diskusi ? Maaf kalau kamanakanda lancang. "
" Bicarahlah. Kau bukan lagi anak anak, Apalagi kau sudah sarjana. "
" Aku harus berjuang agar pemilu nanti bisa menjatuhkan rezim yang berkuasa. Target kami adalah mengganti sistem yang ada. Sistem yang ada sekarang ini tidak diridhoi Allah. Karena Pancasila itu tidak sesuai dengan syariah islam."
" Jadi rencana kau dan teman temanmu mau mengganti Pancasila? 
" Ya Paman."
" Coba sebutkan dengan bahasa sederhana Syariah yang kau maksud. Kalau kau bisa yakinkan paman orang kampung ini maka tentu bisa meyakinkan orang lain yang lebih pintar. "
" Begini paman. Negeri ini tidak akan mendapatkan rahmat Allah kalau tidak didirikan atas Tauhid, " katanya 
"Ya, kamu benar. Itulah Ketuhanan Yang Maha Esa. " 
"Tapi pamah juga harus paham landasan Tuhan harus teraktual kan dalam bentuk Kemanusiaan. Jadi agama dalam perbuatan akhlak mulia." Kata Buyung lagi dengan tangkas
" Benar, Anakku.! Itulah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. " kata pamannya.
" Tapi ada lagi .."
" apa , sebutkan ! "
" itu harus memastikan rasa aman dan damai bagi berbagai kaum dan kelompok yang berbeda. Karena Islam itu rahmatanlilamin yang menjamin mereka yang berbeda dapat bersatu tanpa berseteru."
" Benar , Anakku. Itulah Persatuan Indonesia.
" Tapi ada lagi bahwa kepemimpinan atas dasar kerakyatan dan dilaksanakan atas dasar musyawarah bagi mereka yang hikmat dan bijaksana. " katanya dengan retorika utopia.
" oh itu kan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Ya kan " kata Paman.
" Tapi .."
" apalagi .."
" Tujuan akhirnya adalah keadilan sosial. Itu tujuan dari berdirinya negara. Adil itu dekat kepada Takwa.
" Ya Anaku. Itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia"
" Paman.." Buyung berusaha menjelaskan lebih jauh.
" Benar.. Kamu hebat bisa paham syariah bahwa itu adalah pancasila itu sendiri. Ada lagi.?
" Ya.. Paman..Tetapi sistem yang ada sekarang banyak orang korupsi" 
" Kalau orang islam korupsi, mencuri apakah itu sama dengan agama  islam yang salah ? engga kan. Yang salah itu manusianya. Begitu juga dengan pancasila. Kalau ada yang korup, itu bukan pancasila yang salah tetapi orangnya salah.  Hati hati kau menilai dan menghakimi sesuatu bila pengetahuan kau tidak cukup. Nanti kau nampak bodoh dihadapan orang lain." 
Pamanya menatap mata buyung denga keras." ada lagi yang mau dibahas , Yung ?

" Tetapi rezim sekarang sudah menyimpang dari keadilan sosial. Kemiskinan terus bertambah. Harga semua naik. BUMN dijual ke asing. Dan semakin jauh dari ulama. Kita harus berjuang akan ini bisa dihentikan."

" Yung. Paman ini hidup dari sejak presiden pertama sampai kini presiden ke tujuh. Baru kini kegiatan ekonomi didesa begitu bergairah. Jalan begitu bagusnya. Mudah kita membawa hasi tani ke kota. Irigasi terbangun meluas . KIta dapat produksi padi lebih mudah. Butuh modal  juga mudah dan murah daripada pinjam ke rentenir. BPR tumbuh pesat. Kini sudah ada pula bank wakaf. Kalau sekarang orang miskin maka itu yang salah dirinya sendiri karena  dia malas seperti kau ini. Tetapi kalau dia terus bekerja keras , hanya masalah waktu dia akan makmur. Karena semua untuk itu kini tersedia. Yang penting  sabar dan terus kerja keras.."
" Tetapi harga semua naik "
" Kenapa pula kau pusing kan soal harga naik. Dari dulu harga terus naik. Kau harus pikirkan bagaimana penghasilan bisa meningkat agar mampu  membeli berapapun harga dipasar. Kau sarjana. Cerahkan rakyat kampung agar mereka bisa meningkatkan penghasilannya. Bukan memprovokasi mereka membenci kepada pemerintah dan memberikan angin sorga agar memilih jagoan kau. Itu racun anakku. "
" Paman, bukan itu saja. Saat sekarang negara kita tergadaikan dengan asing karena hutang. BUMN terpaksa dijual. Aku tahu betul itu, paman. KIta harus selamatkan bangsa ini"
" Kalau kau maksud Jokowi itu biang masalah sehingga membuat negeri ini tergadaikan. Paman jadi bertanya dengan kau. Jokowi itu hanya menang tipis dengan Prabowo. Partainya pun bukan mayoritas di DPR. Manapula kekuatan seperti ini bisa menjual negeri kini kepada asing. Belum dia jual sudah jatuh dia oleh kekuatan DPR. Entahlah Yung, paman ini orang kampung tetapi tidak terlalu bodoh untuk memahami aturan main negeri ini.  Tak elok orang terpelajar seperti kau ini sibuk mencari cari kesalahan pemerintah sementara kau sendiri untuk beli rokok uang dari adikmu."
"Paman saya tahu betul soal jokowi itu. Dia penipu. Pembohong. Munafik"
" Yung, kau orang minang. Harus berakal. Harus bedakan mendengar dari orang tentang Jokowi dengan mengenal seorang Jokowi. Kau tidak mengenal Jokowi. Siapa kau sehingga sangat yakin tahu segala galanya tentang Jokowi? Sehingga merasa benar mengadili Jokowi dengan prasangka burukmu. Sikap kau itu akan menjauhkan rezeki dan mengeraskan hatimu. Mungkin Jokowi sudah memaafkan mu tetapi sebaiknya kau mulai membersihkan hati agar hidup kau tenang dan focus mengubah hidupmu lebih baik."
" Pilihan saya bukan Jokowi  , Paman datuk"
" Itu hak kau. Bukan urusan paman."
" terimakasih paman udah mengerti sikapku."
" Aku tidak mengerti Yung. Karena sampai kini paman tidak pernah mendengar  siapa yang menentang JOkowi menyampaikan gagasan yang lebih baik dari Jokowi. Mereka hanya bisa menebar kebohongan untuk mengundang kebencian orang lain terhadap Jokowi. Sementara Jokowi tidak pernah menyalahkan mereka. Dan tidak membalas hujatan mereka. "
" Baiklah paman. Boleh tahu mengapa paman memilih Jokowi ?
" Karena dia paling banyak di fitnah dan di hujat. Agama mengajarkan kita, kalau ingin memilih pemimpin maka pilihlah yang paling banyak di fitnah dan dia sendiri tidak pernah membalas fitnah itu. Dia sabar dan tersenyum menyikapinya. Itu artinya dia orang baik. Itu sifat penerus nabi. Paham kau. "
"Paham paman."
"Paman hanya ingin kamu kembali kedunia nyata. Tak elok menggantang asap dan melukis diawang awang,  sementara hidup kau tak berubah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Malulah sebagai putra minang. Jangan rusak tradisi keluarga kita.